Satu Jam yang Sangat Berarti

Seorang kakek duduk di kursi taman. Ia melihat seseorang berjalan mendekat sambil mendorong gerobaknya. Si kakek pun menyapanya.

“Anak muda, berapa harga rujak itu?” tanya Si Kakek.

“Lima ribu kek. Kakek mau beli?”

“Iya saya beli satu ya”

“Baik tunggu sebentar kek”

“Ini rujaknya. Ngomong-ngomong sedang apa sendirian di taman kek?” tanya pemuda itu sambil menyodorkan sebungkus rujak.

“Iya. Saya senang sekali duduk disini, udaranya sejuk. Dulu sering ajak anak saya kesini”

“Oh begitu kek. Lalu sekarang anak kakek dimana?”

“Mari temani kakek ngobrol”

Pemuda itu pun duduk dan mendengarkan cerita si kakek.

“Sekarang dia sudah dewasa. Usianya mungkin sepantaran denganmu. Dia juga sudah bekerja di satu perusahaan”

“Kenapa kakek ngga ajak anaknya buat temani kakek disini?”

“Dia sangat sibuk anak muda” jawab kakek tersenyum.

“Emm.. Tapi kan orang yang kerja di perusahaan juga ada hari liburnya kek, ngga seperti saya yang harus berusaha kerja tiap hari”

“Iya, kalau libur dia selalu pergi bersama teman-temannya” jawab kakek tersenyum lagi.

“Tapi, bukankah dia bisa menyempatkan waktunya meski cuma sebentar?”

“Sekarang dia sudah punya kehidupannya sendiri. Walaupun kakek rindu sekali padanya” jawab kakek sambil memandang nanar sebungkus rujak yang dipegangnya.

“Kalau saya jadi anak kakek, saya akan berusaha menyempatkan diri buat temani kakek disini”

“Kamu baik sekali anak muda. Andai dia sepertimu” lalu bulir air mata menetes dari mata sayu nya.

Seketika suasana menjadi hening.

Lanjutkan membaca “Satu Jam yang Sangat Berarti”

Akibat Salah Paham

Budi melihat seorang wanita beradu mulut dengan seorang pria bernama Andi di pinggir jalan. Hingga wanita itu pergi sambil menangis tersedu-sedu. Budi merasa perlu membantunya dan dengan gagah berjalan menghampiri Andi.

“Hey! Beraninya sama perempuan” kata Budi dengan nada marah.

“Anda siapa?” jawab Andi sedikit risih

“Saya bukan siapa-siapa. Saya cuma mau menolong dia” kata Budi sambil menunjuk wanita tadi yang berlari masuk ke rumahnya.

“Jangan ikut campur lah. Ini urusan kami” jawab Andi berusaha tidak memperdulikannya.

“Tapi sekarang jadi urusan saya juga” kata Budi lalu tangannya mendorong Andi.

“Apa-apaan mas” Andi tidak terima.

“Rasakan ini” teriak Budi menghantamkan pukulan tepat di pipi kiri Andi.

Andi meringis, lalu pukulan balasan melayang cepat tapi Budi segera menangkis dengan tangan kirinya. Seketika tangan kanannya melancarkan pukulan balik hingga Andi terjatuh.

Lanjutkan membaca “Akibat Salah Paham”

Kado Untuk Aisyah

…Langsung ke akhir cerita dari pos sebelumnya.

Pagi harinya di pemakaman banyak orang berkumpul. Pak Ustadz, Ibunya Aisyah, Brian, anak-anak pengajian, dan warga lainnya.

“Innalillahi wa innailaihi rojiun. Semuanya pasti akan kembali kepada-Nya,” kata Pak Ustadz.

Keluarga Aisyah beserta Brian menangis tersedu-sedu sembari menaburkan bunga.

“Kita mendo’akan agar almarhumah bisa diterima Allah SWT. Alhamdulillah, cita-citanya menjadi seorang guru mengaji telah terlaksana” kata Pak Ustadz yang sangat bersedih kehilangan murid terbaiknya.

Semua orang hanyut dalam duka dan kesedihan. Tidak terkecuali Brian, sahabat seperjuangan semasa SMA.

Tidak lama Brian pulang membawa setumpuk penyesalan. Kado yang ingin diberikan sejak tujuh tahun lalu ia letakkan di samping pusara itu. Setelah beberapa saat yang lainnya juga pulang. Meninggalkan gundukan tanah berhiaskan bunga melati dan terbaring sendiri di dalamnya dengan papan nisan di atasnya bertuliskan nama “Aisyah Nur Azzahra”.

Kado Untuk Aisyah

Tepat ketika ranjang pasien yang membawa Aisyah memasuki lorong ruangan operasi, terdengar tangisan orang-orang terdekatnya. Suaranya sesaat mengecil ketika ranjang itu masuk ke ruangan operasi dan pintunya perlahan tertutup. Suara mereka sudah tidak terdengar lagi. Suara yang menyerukan namanya untuk tetap kuat. Tapi Aisyah tidak bisa lagi menghiraukannya. Karena ia harus menahan sakit di dadanya.

Seandainya bisa, Aisyah sebenarnya ingin  melihat senyuman orang-orang tersayang saat itu juga. Tapi di ruangan operasi yang penuh alat-alat operasi dan dokter yang berpakaian serba hijau dengan masker di mulutnya ia tidak bisa lagi menghiraukan senyuman mereka. Aisyah mencoba tidak perduli dengan dokter yang sejak tadi menatapnya dengan tatapan serius dan memegangi alat operasi yang belum pernah ia lihat sama sekali. Aisyah juga mencoba tidak perduli dengan hasil operasinya yang bisa saja gagal. Tapi melihat ibunya tadi yang menyemangati dan tersenyum haru kepadanya Aisyah harus berusaha tegar dan pasrah.

Aisyah masih melihat lampu yang menyorot tepat ke arah wajahnya dan seketika cahayanya mulai kabur setelah suntikan obat bius yang membuat ia harus tidak sadarkan diri. Dokter berdiri di sampingnya sambil mengajak suster-suster berdoa demi kelancaran operasi, “Bismillahirrahmanirrahim”

Aisyah mulai tak sadarkan diri. Dokter segera melaksanakan tugasnya.

Lanjutkan membaca “Kado Untuk Aisyah”

Hanya Sebungkus Siomay

Jupri dan Anto baru saja pulang dari rumah pamannya. Mereka berdua berjalan kaki menyusuri jalanan ibu kota. Di depannya terlihat seorang ibu-ibu duduk di samping trotoar sedang menenangkan anaknya yang terus menerus minta dibelikan siomay.

“Anto tunggu sebentar” teriak Jupri kepada Anto yang berjalan cepat di depannya

“Ada apa kak?” tanya Anto

“Kamu lihat ibu-ibu dan anak itu kan?” tanya Jupri dengan nada serius.

“Iya, terus hubungannya sama aku apa kak?” tanya Anto heran

“Kamu belikan siomay ya buat anak itu”

“Gak mau ah. Uangku kan pas-pasan kak” jawab Anto

“Tapi kasian anak itu To, pasti dia kelaparan”

“Kakak aja yang membelikannya. Lagipula berbagi itu kan cuma buat orang kaya kak”

“Bukan gitu To. Kita jangan cuma mentingin diri sendiri. Kita juga harus peka sama orang lain”

“Ya tapi kan hidup kita juga perlu diperhatikan kak” kata anto kesal

Lanjutkan membaca “Hanya Sebungkus Siomay”